Monday, October 23, 2017

HANTU BIBI SUTARSIH

HANTU BIBI SUTARSIH


Di suatu perkampungan, tepatnya di desa Karangsari, Cikelet kabupaten Garut selatan Jawa Barat. Di situlah awal mula cerita hantu bibi Sutarsih ini berawal, ini adalah kisah menyeramkan yang benar-benar pernah terjadi yang dialami oleh sepasang suami istri yang hendak pulang kampung. Sebut saja nama istrinya Aisyah dan suaminya bernama Pudin, mereka lagi belanja buat menyambut Idul Fitri yang tinggal 2 hari lagi.

Rencananya besok pagi mereka akan mudik, seperti biasanya khas orang indonesia kalau Idul Fitri gak asik rasanya kalau gak mudik. Bisa dibilang mudik adalah suatu kewajiban setiap umat islam di Indonesia. Setelah rasanya cukup beli oleh-oleh dan perlengkapan lainnya, pudin beserta istrinya pulang, dan keesokan harinya, pagi sekali mereka berangkat bersama. Karena mereka sudah mengetahui kalau musim mudik pasti perjalanan macet parah.

“Duh pa sampai jam berapa ke kampung ya kalau perjalanan macet seperti ini?” Aisah bertanya pada suaminya.
“Ya belum tahu mungkin menjelang maghrib, biasanya kan kalau gak macet juga ashar baru kita sampai. Ya sekitar maghriban lah” Pudin pun menjawab tegas.

“Wah kalau gitu kita sampai rumah malam *dong pa?” Aisyah cemas.
“Ya gak apa-apa kan ada bapa, tenang saja” Pudin pun menenangkan istrinya.
“Iya pa, kan turun dari mobil kita jalan kaki jauh banget, hampir setengah jam, duh mana ini lagi hamil muda lagi” Aisyah bergumam.

Karena mereka memakai kendaraan umum, jelas saja perjalanan terasa lama karena mungkin macet dan turun naiknya penumpang. Tidak terasa 8 jam telah lewat tapi mereka tak kunjung juga sampai tujuan. Ternyata benar perkiraan pudin mereka sampai tujuan menjelang maghrib. Rasa cemas dan bingung terlihat di wajah Aisyah, dalam pikirannya apa mungkin saya berani lewat hutan.

“Ayo bu kita lanjutkan perjalanan kita keburu malam” Pudin mengajak istrinya yang lagi kebingungan.
“Sudah bu gak usah mikir aneh-aneh yu kita pergi” tangan istrinya pun di pegang dan merekapun beranjak pergi.

Lantunan adzan maghrib pun terdengar ketika mereka baru memasuki hutan. Di tengah perjalanan tiba-tiba Aisyah dan Pudin dikejutkan dengan suara tangisan merintih, seperti tangisan yang benar-benar merasa sakit yang begitu dalam. Serentak Pudin dan istrinya pun berhenti sejenak, mendengarkan apa benar dengan apa yang barusan mereka dengar. Telinganya pun dipasang sejeli mungkin jelas sekali benar-benar ada yang nangis. Aisyah pun merasa terkejut dan langsung mendekap suaminya.

“Apaan tuh pa?”.
“Tenang bu, mungkin orang” Pudin pun menenangkan istrinya.
“Yu kita lihat barangkali orang yang lagi butuh pertolongan”.

“Gak pa ah takut, mending kita pulang saja mana mungkin orang jam segini nangis di tengah hutan” Aisyah menarik tangan suaminya.
“Gak, gak bu ini mungkin orang, apa salahnya kita melihat dulu”.
“Ya sudah pa ayo” Aisyah akhirnya menuruti suaminya.

Langkah merekapun menuju ke tempat tangisan itu. Betapa kagetnya Pudin dan istrinya, ternyata yang nangis itu tetangga orang tuanya yaitu Sutarsih.

“Bibi kenapa disini nangis lagi, kenapa bi?” Aisyah bertanya pada wanita tua yang dipanggil bi Sutarsih.
“Bibi dibuang kesini sama anak-anak, mereka tega sekali meninggalkan bibi disini”.
“Kok begitu?” Pudin merasa heran.

“Ya sudah bi ayo kita pulang bareng kita”.
“Gak den, bibi disini saja bibi takut sama anak bibi, mungkin nanti bibi pulang besoknya bibi dibuang lagi kesini”.
“Kalau gitu bibi ikut kami saja nginap dirumah mamahku” Aisyah memberi solusi.

Tapi tetap saja bi Sutarsih gak mau pulang. Ya sudah bi kalau gak mau, lagian keburu malam istri saya lagi hamil gak baik malam-malam di hutan. Ya sudah bi saya pamitan dulu, jangan khawatir bi nanti saya tegur anak-anak bibi yang pada tega itu ya. Mudah-mudahan nanti malam anak bibi menjemput bibi kesini. Saya duluan pulang ya bi, hati-hati disini.

Dengan tanpa pikir panjang lagi Pudin dan istrinya pun segera pergi. Tidak lama kemudian merekapun sampai ke rumah orang tuanya. Dengan suka cita orang tua mereka pun menyambut ria. Memeluk dan berjabat tangan dengan anak dan mantunya.

“Jam berapa dari Bandung? Jam segini baru sampai” tanya ibu mertuanya.
“Tadi pagi bu, jalanan macet jadi agak telat” Pudin menjawab pertanyaan ibu mertuanya.
“Oh ya Aisyah kamu tahu gak bi Sutarsih, tetangga mamah itu?”.

“Iya bu tahu, oh iya tadi aku juga ketemu mah di hutan, dia lagi nangis kayaknya sedih banget, memang ada masalah apa ya bu, sama keluarganya?”.
“Apa Aisyah? Kamu ketemu sama bi Sutarsih?”.

“Iya bu, memang kenapa bu?” jawab Aisyah.
“Bi Sutarsih sudah meninggal tadi sore”.
“Apa bu? Yang benar?” Aisyah dan suaminya kaget.

“Iya, tadi juga bapakmu habis tahlilan” ibunya menjelaskan.
“Kok bisa ya bu aku ketemu tadi di jalan?”.
“Kan dikuburnya di daerah situ, kalau gak salah di ujung jalan sebelah kiri dekat dengan kebun anaknya yang ada pohon pinus besar, ibunya menjelaskan lagi”.

“Iya bu aku ketemunya memang di daerah itu, dia lagi nangis duduk dibawah pohon pinus itu bu” Aisyah meringis takut seraya tangannya mengusap perutnya yang buncit.
“Semoga saja anakku baik-baik saja ya bu”.
“Berdoa saja Aisyah, Allah akan selalu melindungi kita, mungkin itu bukan bi Sutarsih, mungkin itu setan yang menyerupainya”.

0 comments:

Post a Comment